“Ironis, Etika Para Pejabat dan Keluarganya Dipertanyakan”

Jakarta-  Peristiwa penganiayaan petugas bandara lagi-lagi terjadi, kali ini dilakukan oleh istri pejabat kepolisian di Bandara Sam Ratulangi Manado Rabu 5 Juli 2017 sekitar pukul 7.45 Wita. Baru-baru ini netizen dikejutkan dengan beredarnya sebuah video yang memperlihatkan seorang perempuan calon penumpang pesawat menampar petugas bandara. Setelah diselidiki, polisi menemukan bahwa pelaku berinisial JW (46) melakukan tindak pidana kekerasan terhadap dua petugas Avsec masing-masing EW dan AM.

Kronologi kejadiannya saat akan melewati check point pemeriksaan kedua, pelaku menolak melepas jam tangan yang dikenakannya. Padahal itu sesuai standar prosedur dan operasional (SOP) pemeriksaan penumpang, dimana seluruh barang yang mengandung logam termasuk jam tangan harus dimasukkan ke dalam X-ray. Calon penumpang yang diminta melepas jam tangan tersebut menolak dan kesal, lalu terjadilah penganiayaan sebagaimana dalam video yang beredar tersebut.

Setelah terjadinya pemukulan terhadap perempuan AM, datang perempuan EW untuk melerai. Namun, pelaku memarahi dan memukul perempuan EW menggunakan tangan dan mengenai di bagian wajah sebelah kiri. Dengan adanya penganiayaan terhadap kedua korban, kemudian pelaku diamankan oleh sekuriti Avsec Bandara Samrat dan diarahkan ke Mako Polsek Kawasan Bandara Samrat untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. Menariknya, kedua pihak baik pelaku maupun korban membuat laporan pidana di Polsek Bandara Sam Ratulangi, Manado dan kedua laporan pidana tersebut tetap akan diproses sesuai hukum.

Dikutip dari laman news.okezone.com hukuman mengenai penganiayaan tersebut, perbuatan tidak menyenangkan termuat dalam Bab XVIII tentang kejahatan terhadap kemerdekaan orang pasal 335 kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam ayat 1 disebutkan, ancaman pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp300. Salah satu pengertian tidak menyenangkan adalah tindakan yang melawan hukum dan memaknai kekerasan. Tetapi karena kejadiannya di bandara, bisa juga terkena UU Nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan.

Pelaku yang melakukan hal tersebut tidak tanggung-tanggung menyombongkan kekuasaan yang dimilikinya. Hal tersebut tidak patut, karena para petugas hanya menjalankan kewajibannya untuk melakukan check point yang kedua. Seharusnya jabatan yang dimiliki bukan untuk menjadikan seseorang bebas bersikap seperti apa yang dia inginkan, melainkan seseorang itu harus menjaga sikapnya untuk menjadi panutan.

Dalam hal ini istri pejabat kepolisian, apapun alasan yang dimiliki untuk menghindari pemeriksaan x-ray. Tidak sepatutnya menganiaya petugas bandara yang sedang bertugas, baik itu fisik maupun psikis. Pemeriksaan calon penumpang dan barang di bandar udara sudah diatur oleh undang-undang dan petugas di lapangan sudah menjalankan sesuai prosedur yang berlaku. Karena pemeriksaan yang dilakukan itu bertujuan untuk menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan, Tidak perduli dari kalangan mana maupun jabatan seperti apa yang dimiliki.

Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh pejabat atau keluarganya bukan ini saja, jika kita melihat enam bulan lalu tepatnya 7 Januari 2017. Hal serupa juga terjadi, dimana Badan Kehormatan Dewan dan DPRD Jambi marah dan menampar seorang petugas di Bandara Sultan Thaha Jambi. Karena memarkir mobilnya terlalu lama di area menurunkan penumpang atau drop zone. Lalu hukuman yang diterima atas kasus penganiayaannya pun, hanya meminta maaf dengan membuat surat pernyataan tertulis tidak akan mengulanginya lagi.

Hukuman yang tidak sebanding dengan apa yang telah diperbuat kepada petugas bandara. Terbukti dengan kelonggaran hukuman semakin banyak oknum pejabat dan keluarganya yang semakin semena-mena terhadap aturan yang telah dibuat. Pernyataan ini membenarkan pepatah bahwa hukum di Indonesia tajam kebawah dan tumpul keatas. Lemahnya hukum di Indonesia membuat yang memiliki kekuasaan ditakuti dan disegani.

Sebaiknya hukum di Indonesia lebih transparan, supaya terhindar dari kesewenang-wenangan kekuasaan. Diharapkan pihak kepolisian bisa berlaku adil kepada semua orang yang melakukan kesalahan. Untuk polisi yang mengurus kasus ini tegakkanlah hukum yang seadil-adilnya, karena jika tidak nantinya akan banyak kasus yang serupa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Rikha Rusmayanti 1151003051

Menulis Jurnalistik 2: Menulis Opini